Mudahnya Meraih DOllar $$$

Senin, 22 Juni 2009

Bedah RUU Zakat dan Produk Halal

RESENSI DISKUSI PUBLIK

BEDAH RUU ZAKAT & RUU JAMINAN PRODUK HALAL

Jakarta Media Center, 13 Juni 2009



Hadirnya RUU Zakat dan RUU jaminan Produk halal menjadi hal yang kontroversial di tengah-tengah kondisi ketatanegaraan saat ini, tatkala produk perundang-undangan yang cenderung diskriminatif semakin nyata ke permukaan.

Hal ini terlihat dari diskusi yang digelar dalam persfektif keumatan dan kemasyarakatan di bawah ini.

Menurut Ketua Umum PIKI (Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia) Cornelius D Ronowidjojo, hal-hal mengenai Zakat dan Produk halal tidak tepat jika diposisikan sebagai Undang-undang. Sebab Undang-undang sifatnya universal, bukan priviledge kelompok atau golongan tertentu. Maka sepantasnya ini diposisikan dalam keputusan mentri, yaitu menteri agama dan menteri sosial. Sebab jika ini merujuk kepada Undang-undang, ini memicu disintegrasi bangsa, dan jika ini di undangkan, maka keberadaan keutuhan NKRI patut dipertanyakan.

Menyikapi keberadaan RUU ini perwakilan PGI ( Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (Gomar Goeltom) menambahkan, bahwa ada yang salah pada kebangsaan saat ini. Seharusnya Pendeta tidak mengurusi hal-hal keumatan yang seharusnya menjadi urusan Islam. Akan tetapi, dikarenakan ini menyangkut UU, maka selaku warga negara, ini menjadi ada kaitannya dengan orang Kristen juga. Sebab, sebelumnya juga telah ada UU yang cenderung bersifat golongan tertentu, UU bank Syariah, dsb misalnya. Ini menunjukkan bahwa ada yang sakit dalam bangsa ini. Sebab tidak sepantasnya proporsi hukum dilandaskan atas agama tertentu dalam konteks bangsa yang multi plural seperti Indonesia ini. Selayaknya hukum itu imparsial dan terobjektifasi. Hukum agama dibawa kedalam hukum negara, ini menunjukkan bahwa ada ketidak pastian atau ketidak jelasan dari hukum sejak negara ini dilahirkan,. Mungkin itu karena negara ini dibentuk dari kompromi-kompromi politik pada saat itu. Pada saat Negara ini hendak berdiri, pada saat perumusan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.

Sejalan dengan Pemahaman PGI dan PIKI, dari Perwakilan PHDI, Wayan menambahkan bahwa ada kemunduran dalam menafsirkan Pancasila. Jika para Founding Father masih hidup, maka mereka pasti komplain dengan hadirnya RUU ini. Sebab ada kekeliruan dalam melihat mana yang universal dan mana yang sektarian. Pada tahun `45, dengan memegang nilai-nilai keberagaman maka lahirlah Pancasila seperti yang saat ini. Nilai-nilai bingkai hukum yang berlaku bagi bangsa negara akan berlaku bagi semua warga negara. Oleh karena itu, untuk mengangkat nilai umum, harus dipertimbangkan kembali, agar tidak di saat kita mencoba membersihkan diri, malah menjadi mengotori diri kita .

Mengimbangi hal tersebut, pembicara dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muctar Zarkasih dalam pemaparannya mengatakan bahwa bukan UU ini yang membuat bangsa Indonesia di beda-bedakan, memang kenyataan nya adalah berbeda. Sebab sejak pemerintahan Hindia Belanda juga kita memang sudah berbeda. Di era pemerintahan Belanda, sudah ada hukum agama, yaitu adanya pengadilan agama, yang dimana juga dalam uu tersebut menyatakan bahwa orang islam berhak diadili sesuai dengan hukum Islam.

Kemudian dari cikal-bakal lahirnya pancasila dalam sidang BPUPKI, dari 9 ada 4 perwakilan islam yang menginginkan sila pertama dengan syariah bagi pemeluknya, ada 4 perwakilan kaum muslim yang sekuler, dan hanya 1 orang perwakilan non islam yang menginginkan bukan syariah. Dan pada 16 Juli `45 sudah disepakati Pancasila dengan sila 1 seperti yang tertera pada Piagam Jakarta, kemudian berubah sampai Pancasila seperti yang ada saat ini. Ini kan sudah menunjukkan kebesaran hati kelompok mayoritas (Islam).

Perihal zakat, ini adalah hal yang baik, dimana menyisihkan sedikit dari orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin yang dianggap layak menerimanya. Dan ini bukan untuk orang Islam saja, untuk orang non muslim pun akan diberikan. Nah kenapa harus menolak hal yang baik? Oleh karena itu harus ada aturannya. Bahkan di Singapore saja UU zakat sudah ada, padahal penduduk muslimnya hanya 10%, oleh karena itu di Indonesia seharusnya sudah.

Menambahi juga dari MUI, Lukman Hakim dalam paparannya mengenai produk halal, mengatakan bahwa di era tahun 90an perkembangan perfektif pangan sudah berubah. Yaitu good human consumtion dan safe human consumtion. FAO saat ini sudah merujuk pada safe human consumtion, nah ini menunjukkan keterlambatan untuk Indonesia. Di satu sisi, sebagai warga negara mayoritas, Islam merasa bahwa negara tidak melindungi warganya. Dan sebagai konsekuensi agama Islam yang sangat tegas mengenai aturan agama, maka RUU ini harus diundangkan. UU halal ini bukanlah UU yang akan menjadikan kita terpecah-belah, coba lihat dari posisi Islam, untuk melindungi Islam. Seharusnya berdiskusi bagaimana agar UU ini tidak menganggu yang lainnya.

Disamping itu, dari perfektif Kemasyarakatan dan HAM, diskusi tersebut memberikan gambaran sebagai berikut.

Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum adalah produk politik.

Jika dilihat dari persfektif Hak Asasi Manusia, yang perlu dipertanyakan adalah, arah politik hukum Indonesia, apakah arah politik indonesia ke arah sistem yang pluralis, kesamaan atau sekuler?. Di satu sisi, hukum yang berdasarkan agama adalah wajar, di sisi lain ada juga hukum yang bersifat insidentil,misalnya hukum hak waris dalam Islam, dimana jika anak sudah berpindah agama, tidak lagi mendapatkan warisan. Hukum yang sifatnya campuran,misal, hukum perkawinan campuran.

Oleh karena itu sebaiknya ada politik keseimbangan. Dalam hal ini, menghindari sektarian yang tidak terkontrol. Kalau ditempatkan pada pengelolaan zakat tidak menjadi masalah.

Pertanyaanya apakah pendistribusian zakat itu kepada semua umat agama? Mengenai jaminan produk halal, setiap orang memiliki hak asasi masing-masing, hanya saja perlu dipertegas kembali apakah kehadiran RUU ini untuk lebih mengatur peribadatan, atau hanya merupakan selera pasar?

Dalam RUU ini proses yang menilai halal adalah negara dan negara menugaskan kepada MUI. Apakah MUI representasi dari umat islam?

Selayaknya urusan agama diatur oleh agama, bukan negara. Ini mencerminkan bahwa urusan agama telah menjadi urusan negara, bukan lagi urusan umat kepada Tuhan. Sehingga, jika kita menberikan zakat (yang seharusnya merupakan sumbangsih sosial), ataupun terkena sangsi ke-halal-an, ini menjadi tanggung jawab kita kepada negara, bukan lagi selayaknya hakekat peribadahan kepada Tuhan. Ini adalah bahaya !

Disisi lain, persfektif halal juga menjadi kontroversial di kalangan Islam sendiri. Sebab, dalam Draft RUU ini, tidak mengakomodir persfektif halal dari berbagai kalangan Islam Indonesia. Sebab, jika ada sertifikasi halal dan logo halal, maka MUI, NU, Muhammadiah, dsb, berhak memberikan logo halal ataupun sertifikasi. Sehingga bisa terjadi, satu sisi NU bilang halal, Muhammadiyah mengatakan lain, dan sebaliknya.

Menyikapi kehadiran RUU ini, sebaiknya yang menjadi dasar pemikiran adalah pemahaman konstitusi negara. Sebab sifat perundang-undangan adalah universal dan mengikat setiap warga negara, sehingga dalam proses pembuatan RUU ini, telah mengakomodir pandangan setiap warga negara. Tidak dalam hal keinginan pihak ataupun golongan yang meng-klaim dirinya adalah ”kelompok mayoritas”, melainkan mempertimbangkan juga suasana kebathinan ”kelompok minoritas”

CopyRight by: Jaringan Indonesia Raya ( JIRA )

Bedah RUU Zakat dan Produk Halal

RESENSI DISKUSI PUBLIK

BEDAH RUU ZAKAT & RUU JAMINAN PRODUK HALAL

Jakarta Media Center, 13 Juni 2009


Hadirnya RUU Zakat dan RUU jaminan Produk halal menjadi hal yang kontroversial di tengah-tengah kondisi ketatanegaraan saat ini, tatkala produk perundang-undangan yang cenderung diskriminatif semakin nyata ke permukaan.

Hal ini terlihat dari diskusi yang digelar dalam persfektif keumatan dan kemasyarakatan di bawah ini.

Menurut Ketua Umum PIKI (Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia) Cornelius D Ronowidjojo, hal-hal mengenai Zakat dan Produk halal tidak tepat jika diposisikan sebagai Undang-undang. Sebab Undang-undang sifatnya universal, bukan priviledge kelompok atau golongan tertentu. Maka sepantasnya ini diposisikan dalam keputusan mentri, yaitu menteri agama dan menteri sosial. Sebab jika ini merujuk kepada Undang-undang, ini memicu disintegrasi bangsa, dan jika ini di undangkan, maka keberadaan keutuhan NKRI patut dipertanyakan.

Menyikapi keberadaan RUU ini perwakilan PGI ( Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (Gomar Goeltom) menambahkan, bahwa ada yang salah pada kebangsaan saat ini. Seharusnya Pendeta tidak mengurusi hal-hal keumatan yang seharusnya menjadi urusan Islam. Akan tetapi, dikarenakan ini menyangkut UU, maka selaku warga negara, ini menjadi ada kaitannya dengan orang Kristen juga. Sebab, sebelumnya juga telah ada UU yang cenderung bersifat golongan tertentu, UU bank Syariah, dsb misalnya. Ini menunjukkan bahwa ada yang sakit dalam bangsa ini. Sebab tidak sepantasnya proporsi hukum dilandaskan atas agama tertentu dalam konteks bangsa yang multi plural seperti Indonesia ini. Selayaknya hukum itu imparsial dan terobjektifasi. Hukum agama dibawa kedalam hukum negara, ini menunjukkan bahwa ada ketidak pastian atau ketidak jelasan dari hukum sejak negara ini dilahirkan,. Mungkin itu karena negara ini dibentuk dari kompromi-kompromi politik pada saat itu. Pada saat Negara ini hendak berdiri, pada saat perumusan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.

Sejalan dengan Pemahaman PGI dan PIKI, dari Perwakilan PHDI, Wayan menambahkan bahwa ada kemunduran dalam menafsirkan Pancasila. Jika para Founding Father masih hidup, maka mereka pasti komplain dengan hadirnya RUU ini. Sebab ada kekeliruan dalam melihat mana yang universal dan mana yang sektarian. Pada tahun `45, dengan memegang nilai-nilai keberagaman maka lahirlah Pancasila seperti yang saat ini. Nilai-nilai bingkai hukum yang berlaku bagi bangsa negara akan berlaku bagi semua warga negara. Oleh karena itu, untuk mengangkat nilai umum, harus dipertimbangkan kembali, agar tidak di saat kita mencoba membersihkan diri, malah menjadi mengotori diri kita .

Mengimbangi hal tersebut, pembicara dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muctar Zarkasih dalam pemaparannya mengatakan bahwa bukan UU ini yang membuat bangsa Indonesia di beda-bedakan, memang kenyataan nya adalah berbeda. Sebab sejak pemerintahan Hindia Belanda juga kita memang sudah berbeda. Di era pemerintahan Belanda, sudah ada hukum agama, yaitu adanya pengadilan agama, yang dimana juga dalam uu tersebut menyatakan bahwa orang islam berhak diadili sesuai dengan hukum Islam.

Kemudian dari cikal-bakal lahirnya pancasila dalam sidang BPUPKI, dari 9 ada 4 perwakilan islam yang menginginkan sila pertama dengan syariah bagi pemeluknya, ada 4 perwakilan kaum muslim yang sekuler, dan hanya 1 orang perwakilan non islam yang menginginkan bukan syariah. Dan pada 16 Juli `45 sudah disepakati Pancasila dengan sila 1 seperti yang tertera pada Piagam Jakarta, kemudian berubah sampai Pancasila seperti yang ada saat ini. Ini kan sudah menunjukkan kebesaran hati kelompok mayoritas (Islam).

Perihal zakat, ini adalah hal yang baik, dimana menyisihkan sedikit dari orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin yang dianggap layak menerimanya. Dan ini bukan untuk orang Islam saja, untuk orang non muslim pun akan diberikan. Nah kenapa harus menolak hal yang baik? Oleh karena itu harus ada aturannya. Bahkan di Singapore saja UU zakat sudah ada, padahal penduduk muslimnya hanya 10%, oleh karena itu di Indonesia seharusnya sudah.

Menambahi juga dari MUI, Lukman Hakim dalam paparannya mengenai produk halal, mengatakan bahwa di era tahun 90an perkembangan perfektif pangan sudah berubah. Yaitu good human consumtion dan safe human consumtion. FAO saat ini sudah merujuk pada safe human consumtion, nah ini menunjukkan keterlambatan untuk Indonesia. Di satu sisi, sebagai warga negara mayoritas, Islam merasa bahwa negara tidak melindungi warganya. Dan sebagai konsekuensi agama Islam yang sangat tegas mengenai aturan agama, maka RUU ini harus diundangkan. UU halal ini bukanlah UU yang akan menjadikan kita terpecah-belah, coba lihat dari posisi Islam, untuk melindungi Islam. Seharusnya berdiskusi bagaimana agar UU ini tidak menganggu yang lainnya.

Disamping itu, dari perfektif Kemasyarakatan dan HAM, diskusi tersebut memberikan gambaran sebagai berikut.

Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum adalah produk politik.

Jika dilihat dari persfektif Hak Asasi Manusia, yang perlu dipertanyakan adalah, arah politik hukum Indonesia, apakah arah politik indonesia ke arah sistem yang pluralis, kesamaan atau sekuler?. Di satu sisi, hukum yang berdasarkan agama adalah wajar, di sisi lain ada juga hukum yang bersifat insidentil,misalnya hukum hak waris dalam Islam, dimana jika anak sudah berpindah agama, tidak lagi mendapatkan warisan. Hukum yang sifatnya campuran,misal, hukum perkawinan campuran.

Oleh karena itu sebaiknya ada politik keseimbangan. Dalam hal ini, menghindari sektarian yang tidak terkontrol. Kalau ditempatkan pada pengelolaan zakat tidak menjadi masalah.

Pertanyaanya apakah pendistribusian zakat itu kepada semua umat agama? Mengenai jaminan produk halal, setiap orang memiliki hak asasi masing-masing, hanya saja perlu dipertegas kembali apakah kehadiran RUU ini untuk lebih mengatur peribadatan, atau hanya merupakan selera pasar?

Dalam RUU ini proses yang menilai halal adalah negara dan negara menugaskan kepada MUI. Apakah MUI representasi dari umat islam?

Selayaknya urusan agama diatur oleh agama, bukan negara. Ini mencerminkan bahwa urusan agama telah menjadi urusan negara, bukan lagi urusan umat kepada Tuhan. Sehingga, jika kita menberikan zakat (yang seharusnya merupakan sumbangsih sosial), ataupun terkena sangsi ke-halal-an, ini menjadi tanggung jawab kita kepada negara, bukan lagi selayaknya hakekat peribadahan kepada Tuhan. Ini adalah bahaya !

Disisi lain, persfektif halal juga menjadi kontroversial di kalangan Islam sendiri. Sebab, dalam Draft RUU ini, tidak mengakomodir persfektif halal dari berbagai kalangan Islam Indonesia. Sebab, jika ada sertifikasi halal dan logo halal, maka MUI, NU, Muhammadiah, dsb, berhak memberikan logo halal ataupun sertifikasi. Sehingga bisa terjadi, satu sisi NU bilang halal, Muhammadiyah mengatakan lain, dan sebaliknya.

Menyikapi kehadiran RUU ini, sebaiknya yang menjadi dasar pemikiran adalah pemahaman konstitusi negara. Sebab sifat perundang-undangan adalah universal dan mengikat setiap warga negara, sehingga dalam proses pembuatan RUU ini, telah mengakomodir pandangan setiap warga negara. Tidak dalam hal keinginan pihak ataupun golongan yang meng-klaim dirinya adalah ”kelompok mayoritas”, melainkan mempertimbangkan juga suasana kebathinan ”kelompok minoritas”

CopyRight by: Jaringan Indonesia Raya ( JIRA )

Selasa, 16 Juni 2009

waoIndia.com - Money Per Click!!

waoIndia.com - Money Per Click!!

Shared via AddThis

Selasa, 02 Juni 2009

Nuansa Politik Indonesia (PERALIHAN ?) Militer, Militer dan Militer !

( Nah lo.. Bagaimana Pemerintah memandang anda saat Ini? siapakah anda ini? )

1. Sampai kapan anda Menjadi Tim sukses?
2. bagaimana anda merayakan "ini Semua".

Pembangunan Nasional dan kemerdekaan Kedaulatan Nasional = Sistem dan Strategi Nasional.

(anda di mananya?)



pertanyaan: apakah setelah berpisah dengan kursi pemerintahan (era diktator soeharto),

sebagai elit politik militer telah benar-benar undur diri?
Apakah militer mengabaikan kontrol sipil yang demokratis? Adakah sebuah bentuk
kekuasaan politik tertinggi yang jelas, ataukah militer menentukan hak veto
terhadap pemerintah?

Disaat semua partai di indonesia sarat dengan mantan Petinggi Militer,adakah stabilitas

Demokrasi dengan orang sipil sebagai aktor dan control pilitik?

Demokrasi Indonesia = Reformasi Politik = Reformasi Militer-Sipil


Efektifitas sisHANKAMRATA

Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan

seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan

secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan

berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap

bangsa dari segala ancaman.

Ini berarti dalam mempertahanan negara bukan semata-mata menjadi
tanggung Jawab Militer, tetapi menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Untuk
mendukung penyelenggaraan Sishankamrata, UUD’45 pasal 30 menyebutkan bahwa
setiap warganegara wajib ikutserta bela negara. Di dalam sistem pertahanan Indonesia,
sumberdaya pertahanan dikelompokkan ke dalam tiga komponen yaitu komponen utama
(TNI), komponen cadangan, dan komponen pendukung.

Sistem pertahanan negara yang melibatkan seluruh komponen Bangsa, dalam
pelaksanaannya membutuhkan pra kondisi dari seluruh komponen bangsa untuk siap
berpartisipasi dalam kegiatan ini. Untuk membangun soliditas bangsa, setiap warga
negara dalam dirinya harus tumbuh kesadaran kolektif (rasa nasionalisme, kewajiban bela
negara, dll.) dan solidaritas sosial untuk mempertahankan negaranya dari ancaman
musuh. Kesadaran kolektif adalah perasaan individu sebagai anggota suatu kelompok

(negara) dan karena kesadarannya itu individu bertanggung jawab untuk melakukan apa yang

dituntut oleh kelompoknya (negaranya). Kesadaran kolektif sebagai faktor pendorong

tumbuhnya solidaritas sosial tidak muncul dengan sendirinya, tetapi tumbuh dan

berkembang melalui proses sosialisasi diantaranya dapat dilakukan melalui pemberdayaan

masyarakat.


Kebangkitan Idonesia = Kebangkitan Nasionalisme ber-Demokrasi dalam kedaulatan Sosial



Rekomendasi:

- Biarlah semua yang merasa Pintar dan Merasa Nasionalis merumuskan Konsepsi Sosial

kontrol yang berwawasan Nusantara dengan partisipasi sosial masyarakat sipil dalam

ketahanan NKRI melalui perwujudan kesetaraan Intelektualitas Militer->sipil, sipil->

militer ( Perwujudan dan realisasi Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung) = Wajib

Bela Negara / Wamil, bukan wajib Tentara.

segala kekurangan mohon di maklumi, dan diberi pengertian. maklum, ane bukan Orang LEM

Han NAs.

-UOUS-

Jumat, 08 Mei 2009

Menjadi Garam dan Terang Untuk Indonesia, Pra dan Pasca Pemilu Presiden 2009

(Otokritik untuk Gereja secara Institusional)

Amsal 13:24 Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.

Selayaknya umat kristiani Indonesia mulai berbenah diri. Perbuatan-perbuatan apa yang telah diperbuatnya yang membawa perubahan terhadap Negeri ini? Apa saja yang telah dilakukan untuk menjadi garam dan terang untuk Bangsa dan Negeri ini? Lantas apa yang telah menjadi dampak nyata pada Negeri ini? Terlebih terhadap Umat Kristiani itu sendiri?

(1 korintus 9: 14-16) Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu. Tetapi aku tidak pernah mempergunakan satupun dari hak-hak itu. Aku tidak menulis semuanya ini, supaya akupun diperlakukan juga demikian. Sebab aku lebih suka mati dari pada...! Sungguh, kemegahanku tidak dapat ditiadakan siapapun juga! Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.

Dinamika kehidupan bermasyarakat dan bernegara saat ini sepantasnya menjadi cermin bagi pola hidup warga gereja pada umumnya dan gereja secara institusional pada khususnya. Gereja secara institusional seyogianya menjadi Center of Movement (Pusat Gerakan) umat yang tersistematis. Sehingga intensitas Garam dan Terang untuk bangsa dan Negara terpola dan terarah, yang tentunya membawa perubahan besar dalam sebuah gerakan untuk semua, untuk segenap warga Negara Indonesia. Sebab hanya dengan itulah Gereja secara Institusional dapat perlindungan/melindungi warga Gereja secara personal. Diskriminasi produk perundang-undangan, politisasi kerukunana antar umat beragama, ekslusifisme golongan a,b,c,dst, terciptanya kesenjangan sosial dikalangan warga gereja, dapat dikatakan menjadi indikator kegagalan gereja secara institusi untuk menjadi imam. Gereja secara institusi tidak mampu lagi menjadi payung dan corong warga gereja untuk hidup layak sebagai warga Gereja dan Warga Negara.

Menghadirkan Syalom Allah Untuk Indonesia

Roma 13:4 Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat.

–bandingkan-

Ro 13:1 Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.

Baiklah institusi gereja mencermati nats diatas,”bagaimana mungkin pemerintah itu berasal dari Allah?” Padahal Indonesia bukan Negara Kristen, bahkan kepala Pemerintah bukan Orang kristen. Bagaimana mungkin Allah menetapkan imam untuk orang kristen, sementara yang di tunjuk sama sekali tidak mengenal Yesus?

Disinilah dituntut peran gereja Secara Institusional. Institusi Gereja harus mampu memberikan saksi atas suatu kebenaran! Institusi Gereja harus mampu memberikan opsi kebijakan yang proporsional, gereja harus mampu memberikan petunjuk dan arah keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, Gereja harus menjadi garam dan terang! Seperti yang Tuhan Yesus ajarkan.

Dengan apa itu semua? Biarlah Institusi Gereja menjadi Center of Movement utuk pembaruan Negeri Indonesia. Biarlah Institusi Gereja menjadi Pusat Gerakan Sumberdaya Manusia Kristen untuk dapat menjadi SAKSI dan KEBENARAN dalam ruang gerak kehidupan manusia Kristen pribadi lepas pribadi. Dan Biarlah SYALOM ALLAH dikumandangkan di Bumi Indonesia ini!

Efesus 6: 12-17. karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera;dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah,

Lukas 12:58 Sebab, jikalau engkau dengan lawanmu pergi menghadap pemerintah, berusahalah berdamai dengan dia selama di tengah jalan, supaya jangan engkau diseretnya kepada hakim dan hakim menyerahkan engkau kepada pembantunya dan pembantu itu melemparkan engkau ke dalam penjara.

Ester 8:8 Tuliskanlah atas nama raja apa yang kamu pandang baik tentang orang Yahudi dan meteraikanlah surat itu dengan cincin meterai raja, karena surat yang dituliskan atas nama raja dan dimeteraikan dengan cincin meterai raja tidak dapat ditarik kembali."

Maka,

Matius 10:16 "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

-UT OMNEST UNUM SINT-

Sabtu, 18 April 2009

Paskah Nasional 2009 (Si (apa) yang akan “hadir”?)


“Politisasi, Ceremony atau Existensi?”


PGI,KWI dan PGLII tidak mendukung agenda Peryaan Paskah Nasional 2009

Paskah 2009 yang akan diadakan pada hari sabtu, 18 April 2009 di Convention Hall, Sentul Bogor, Jawa Barat, bakal tidak dihadiri Pimpinan tertinggi Organisasi Kristen dan Katolik di Indonesia. Hal ini tertuang dalam surat yang dilayangkan oleh PGI, KWI, dan PGLII ke pada menteri Agama, terkait dengan penolakan Paskah Nasional 2009 yang dianggap tidak tepat karena berdekatan dengan kalender politik nasional, yang memungkinkan tereduksinya makna Paskah dengan kepentingan politik tertentu. Disamping itu, pemaknaan ataupun bentuk seremonial yang bersifat Nasional, selayaknya diadakan oleh pihak Gereja, bukan oleh Negara ataupun pribadi-pribadi tanpa berkonsultasi dengan institusi gerejawi tingkat nasional. Dengan adanya Paskah Nasional melalui SK Mentri Agama DJIV/HK.005/14/2009 dan DJ.II/HK.005/81/2009 (Tentang Pembentukan Panitia Perayaan Paskah Bersama Umat Kristiani Tingkat Nasional). Serta tanpa melibatkan para Tokoh gereja dan Lembaga Tertinggi Gereja di Indonesia, dianggap telah “mempolitisasi” Lembaga Gereja lewat kegiatan keagamaan.

Tidak ada Politisasi dan Kampanye Terselubung

Dilain pihak, Ketua Panitia sekaligus Penggagas Paskah Nasional 2009, dan juga Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), TB Silalahi menegaskan , tidak ada unsur politik ataupun kampanye terselubung dalam perayaan kebangkitan Yesus Kristus. “Jangan kita nodai acara sakral ini dengan pikiran-pikiran yang tidak sepantasnya. Tidak ada kepentingan Pemilu atau Politik dalam perayaan suci ini”. Katanya. TB juga berharap, melalui perayaan Paskah ini (yang akan dihadiri para Uskup, Ketua-ketua Sinode dari Seluruh Indonesia dan Pimpinan Organisasi Agama lainnya), akan menunjukkan masih dijunjungnya Pluralitas dalam kehidupan bermasyarakat dan berNegara di Indonesia.


Dibalik perseteruan antara Politisasi, Ceremony, atau Existensi

(apa yang hadir?)

Dalam Pergumulan kebangsaan, dan krisis multidimensi di Indonesia saat ini, sangat mengharukan memang jika kita (Warga gereja), tergiring dalam sebuah polemik antara ke-Sakral-an, Ceremony dan Eksistensi. Yang dimana dalam perayaan tersebut menjadi “pertarungan” antara Kesakralan keKristenan, Kekuatan Instansi Lembaga Tertinggi Gereja di Indonesia dan warga Gereja, yang terjebak dalam suatu kekuatan arus politik Indonesia, menjadi identitas, yang berdampak secara luas untuk saat ini dan kemudian. (seandainya itu adalah tontonan politik, apa komentar `dewan sinema politik Indonesia`? Dikasih nilai apa Ya???)

Tidak kah pernah terlintas di pikiran para Birokrat, Politisi (Kristen), serta tokoh agama (Kristen dan Katolik) di Indonesia akan suatu Perkara yang sangat substantif akan Integritas dan Priviledge Kristen dan Warga Gereja di Indonesia? Apa yang akan terjadi jika Institusi Gereja tidak hadir dalam Perayaan tersebut, sementara Gedung tersebut dihadiri oleh begitu banyaknya “Warga Gereja” yang ber”Sorak-Sorai” dalam kemeriahan suasana Paskah Nasional tersebut? Lantas apa yang akan hadir di pikiran “mereka”? dan apa kata” mereka”? Haruskah Lembaga Tertinggi Gereja di Indonesia ter-legitimasi demikian?? Dan haruskah warga gereja mendapat ”identitas baru” atas ”Penggembalaan” Negara terhadap mereka??

(Markus 12:17) Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" ……)

-UT OMNEST UNUM SINT-

Shalom

Senin, 13 April 2009

TNI tolak ajakan wiranto

JAKARTA - Ajakan Wiranto bagi keluarga militer, prajurit, dan purnawirawan untuk mendukung Partai Hanura, ditanggapi dingin oleh TNI. Ajakan tersebut musykil diwujudkan, karena Wiranto sudah berada di luar ketentaraan."Saya tidak ingin menanggapi ajakan Wiranto terhadap kelurga militer, keluarga prajurit, dan keluarga purnawirawan tentang dukung mendukung. Kita tidak akan jawab," kata Kepala Pusat Penerangan TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen di Jakarta Utara, Kamis (12/2/2009).Menurut Sagoem, wajar jika Wiranto maupun Sutiyoso mengharapkan dukungan dari keluarga TNI. Namun pada akhirnya, masing-masing keluarga sudah memiliki penilaian sendiri.Menanggapi ajakan ini, institusi TNI tidak bisa menegur atau memberi sanksi kepada Wiranto. Pasalnya yang bersangkutan sudah menjadi purnawirawan. Institusi TNI menurut Sagoem, sudah mengingatkan agar semua komponen masyarakat termasuk purnawirawan untuk ikut serta menjaga netralitas TNI."Jadi mendukung Wiranto sudah tidak mungkinlah, karena dia kan sudah diluar institusi," tegasnya. (ded)

Minggu, 12 April 2009

Refleksi pileg 2009

Pohon Zaitun atau duri?

Oleh: Timur Citra sari

Di kutip dari: Suara Pembaruan,11 april 2009

Ternyata bukan manusia saja yang membutuhkan figure seorang pemimpin. Sekali peristiwa, demikian tutur kitab Hakim-hakim 9:8, pohon-pohon pergi mengurapi yang akan menjadi raja atas mereka. Namun sebagaimana yang dialami oleh manusia, mencari dan menemukan seorang raja bukanlah perkara mudah. Sejumlah kendala menghadang mereka. Pertama, ketika mereka meminta pada pohon zaitun, Jadilah raja atas kami! (ayat 8), sang pohon zaitun menjawab, masakkan aku meninggalkan minyakku yang dipakai untuk menghormati Allah dan Manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon?(ayat9) Permintaan mereka ditolak mentah-mentah.

Tidak berputus asa, pohon-pohon itu bergerak mendekati pohon Ara. Kata mereka: Marilah, jadilah Raja atas kami! (ayat10). Namun kembali penolakan atas mereka. Jawab Pohon Ara: Masakan aku meninggalkan manisanku dan buah-buahku yang baik, dan pergi malayang diatas pohon-pohon? (ayat 11).

Masih belum mau menyerah, kali ini pohon-pohon berombongan menghampiri pohon Anggur: Marilah, jadilah Raja atas kami! (ayat 12). Dengan berharap-harap cemas mereka menanti jawaban sang pohon Anggur. Apa yang menjadi jawabannya? Setelah berdian sejenak, pohon anggur itu menjawab: Masakan aku meninggalkan air buah anggurku, yang menyukakan hati Allah dan Manusia? Dan pergi melayang diatas pohon-pohon? (ayat13). Ditolak tiga kali, wah betapa menyakitkan.

Nyaris putus asa, dengan langkah lesu dan tidak bersemangat, pohon-pohon menyapa Semak Duri, Marilah, jadilah raja atas kami (ayat 14). Tanpa diduga, mereka mendengar semak duri menjawab dengan tegas: ”Jika kamu sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi raja atas kamu, datanglah berlindung dibawah naunganku; tetapi jika tidak, biarlah api keluar dari semak duri memakan habis pohon-pohon aras yang di gunung Libanon (ayat15) pohon-pohon pun menganggukkan kepala. Ekspresi lega terlihat di wajah mereka.

$$$$$$$$

Kata ”semak duri” pertama kali tampil pada Perjanjian Lama, pada peristiwa yang diambil judul oleh Lembaga Alkitab Indonesia ”Manusia Jatuh kedalam Dosa”. Demikian dituturkan; ”Lalu FirmanNya kepada manusia itu:......... dengan bersusah payah engkau akan mencari rejekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan dipadang menjadi makananmu: dengan berpeluh engkau akan mencari makanannu..... (Kejadian 3:17-19) semak duri mencerminkan akan hukuman Allah bagi Adam (Manusia) yang melanggar laranganNya. Dan semak duri juga simbol dari nuansa negatif dalam kehidupan Bangsa Israel.

$$$$$$$

Mengikuti kisah ”pohon-pohon mencari raja”, sebuah pesan bisa kit temukan dari kisah diatas. Pesan ini bukan terutama ditujukan pada para pohon pemilih, melainkan pada pohon terpilih (yang sesungguhnya, yaitu: Pohon Zaitun, Ara dan Anggur). Ketidak sediaan dan penolakan mereka untuk menjadi pemimpin membuat para pohon pemilih terpaksa bersedia dan menerima semak duri sebagai raja mereka. Sekalipun sebetulnya para pohon sepenuh nya sadar kualitas minimal semak duri.

Dalam konteks negeri kita, pemilu legislatif yang baru saja usai akan menghadirkan sekian banyak anggota legislatif lama ataupun baru. Tentu saja (dan semestinya) mereka termasuk dalam pohon Zaitun,Ara dan Anggur. Tentunya sebagai bagian dari pohon pemilih, kita dengan senang dan lega hati melihat mereka menerima permintaan kita untuk menjadi pemimpin atas kita. Akam tetapi, urusan kita belumlah selesai. Dari para pemimpin yang terpilih dalam kategori ”Pohon Zaitun,Ara dan Anggur” tersebut, kita menantikan kepemimpinan yang mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat. Sebab bukan tidak mungkin Rakyat akan berpaling dan mencari ”semak duri”, jika para ”pohon terpilih” kelak sibuk dengan urusan dan kepentingan masing-masing, serta menolak funsi sebagai pemimpin yang sesungguhnya bagi Negeri tercinta ini.

Melalui Lukas 12:48, Tuhan mengingatkan para ”pohon terpilih”: setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa banyak dipercayakan, daripadanya akan lebih banyak lagi dituntut.” Tentunya peringatan ini tidak mudah dilupakan para ”pohon Zaitun,Ara dan Anggur, bukan?

#SOLI DEO GLORIA#

Make Money Online! Earn $1000s Per Month!

AdBrite